Senin, 23 Maret 2015

sejarah melayu riau daratan dan lautan










BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Riau, baik Riau daratan maupun Riau kepulauan, mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang. Berbagai tinggalan budaya masa lampau banyak ditemukan di wilayah provinsi itu. Riau Kepulauan pernah berjaya dengan Kerajaan Riau-Lingga dengan pusatnya di Pulau Penyengat. Tinggalan-tinggalan budaya itu ada yang berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak seperti bangunan masjid, istana, benteng, dan makam raja-raja Riau-Lingga. 
Suku Melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. 
Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah Suku Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.
Dalam buku Sejarah Melayu disebut bahwa Melayu adalah nama sungai di Sumatera Selatan yang mengalir disekitar bukit Si Guntang dekat Palembang. Si Guntang merupakan tempat pemunculan pertama tiga orang raja yang datang ke alam Melayu. Mereka adalah asal dari keturunan raja-raja Melayu di Palembang (Singapura, Malaka dan Johor), Minangkabau dan Tanjung Pura.
Pada waktu itu sebutan Melayu merujuk pada keturunan sekelompok kecil orang Sumatera pilihan. Seiring dengan berjalannya waktu definisi Melayu berdasarkan ras ini mulai ditinggalkan.
Berdasarkan dari uraian diatas maka kami ingin lebih memperluas kembali suku Melayu khususnya yang berada di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kondisi geografis Provinsi Riau dan Kepulauan Riau?
2.      Apa sistem kemasyarakatan dari suku Melayu-Riau?
3.      Apa bahasa yang dipakai suku Melayu-Riau?
4.      Apa kesenian dari suku Melayu-Riau?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui kondisi geografis Provinsi Riau dan Kepulauan riau
2.       Untuk mengetahui sistem kemasyarakatan dari suku Melayu-Riau.
3.      Untuk mengetahui bahasa yang dipakai suku Melayu-Riau.
4.      Untuk mengetahui kesenian dari suku Melayu-Riau.












BAB II
PEMBAHASAN
KEBUDAYAAN MELAYU-RIAU

A.KONDISI GEOGRAFIS
Provinsi Riau
Daerah Provinsi Riau yang terletak antara 10 5’ Lintang Selatan dengan 20 25’ Lintang Utara dan 1000 dengan 1050 45’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.
Daerah Provinsi Riau luasnya 395.102 kilometer, terdiri dari daratan dan pulau-pulau 94. 562 km2, lautan 176.530 km2 dan danau dan rawa-rawa 124.010 km2. 60% dari daratan yaitu kira-kira 66.000 km2 ditumbuhi oleh hutan primer dan sekunder. Selain dari itu daerah ini terdiri dari pulau-pulau yang sangat banyak. Pulau-pulau yang ada besar-kecil sejumlah 3.214 buah, dengan panjang garis pantai 1.800 mil. Sedangkan jumlah penduduknya adalah 1.640.225 orang (berdasarkan sensus tahun 1975).
Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan daerah kepulauan. Kedua daerah itu disebut dengan daerah “Riau daratan” dan “Riau kepulauan.” Riau daratan mencangkup empat kabupaten dan satu kota madya yaitu:
-                      Kotamadya Pekanbaru
-                      Kabupaten Kampar
-                      Kabupaten Bengkalis
-                      Kabupaten Indragiri
-                      Kabupaten indra giri hilir
Riau kepulauan terdiri hanya satu kabupaten saja, yaitu Kabupaten Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang. Kabupaten Kepulauan Riau ini adalah daerah yang disebut “Riau Arhcipel” pada zaman Belanda dahulu. Oleh karena itu tidak mencakup pulau-pulau yang dekat dengan pantai daratan yang termasuk dalam kabupaten-kabupaten yang berada di Riau daratan.
Pada umumnya Riau daratan sebagian besar terdiri dari hutan-hutan, hutan primer dan hutan sekunder dan tidak kurang pula di sana-sini terdapat rawa-rawa, bencah-bencah, tasik-tasik dan danau-danau. Pada umunya Riau daratan ini merupakan tanah rendah dan bukit-bukit yang terdapat dekat perbatasan dengan daerah Sumatera Barat dan Tapanuli, yaitu kaki Bukit Barisan. Daerah  yang tertinggi 1.019 meter dari permukaan laut.
Daerah Riau kepulauan terdiri dari gugusan-gugusan pulau-pulau dekat perairan Malaysia dan menjorok masuk ke Laut Cina Selatan dan dekat dengan pantai Kalimantan Barat. Gugusan pulau-pulau itu adalah :
1.      Gugusan pulau-pulau Bintan, terdiri dari Pulau Buluh, Pulau Belakang Padang, Pulau Batam dan Pulau Sambu.
2.      Gugusan pulau-pulau Lingga, terdiri dari Pulau Lingga, Pulau Singkep, Pulau Penuba, Pulau Sebangka, dan Pulau Bakung.
3.      Gugusan pulau-pulau Serasan, terdiri dari Pulau Subi Besar dan Pulau Subi Kecil.
4.      Gugusan pulau-pulau Tambelan, terdiri dari Pulau Tambelan, Pulau Benua dan Pulau Panjang.
5.      Gugusan pulau-pulau Tujuh, terdiri dari Pulau Siantan dan Pulau Jemaja.
6.      Gugusan pulau-pulau Bunguran, terdiri dari Pulau Bunguran, Pulau Laut dan Pulau Midai.
7.      Gugusan pulau-pulau Natuna, terdiri dari Pulau Natuna dan Pulau Anambas.
8.      Gugusan pulau-pulau Karimun, terdiri dari Pulau Karimun, Pulau Kundur, dan Pulau Moro Sulit.

Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ibukota provinsi Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjung Pinang. Provinsi ini terletak pada jalur lalu lintas transportasi laut dan udara yang strategis dan terpadat pada tingkat internasional serta pada bibir pasar dunia yang memiliki peluang pasar.
GAMBARAN UMUM TENTANG DEMOGRAFI
Yang dinamakan penduduk asli di daerah ini adalah penduduk Suku Melayu. Di samping itu terdapat pula suku-suku terbelakang yaitu Suku Sakai dan Suku Akit yang terdapat di Kabupaten Bengkalis, Suku Talang Mamak di Inderagiri Hulu, Suku Bonai di Kabupaten Kampar dan Suku Orang Laut di Kabupaten Kepulauan Riau.
C.SISTEM KEMASYARAKATAN
 Jika pada mulanya suatu kampung di Riau didiami oleh mereka yang sesuku, maka pada perkembangn kemudian telah banyak penduduk baru yang bukan sesuku merupakan penduduk pendatang yang ikut berdiam di kampung tersebut. Datangnya penduduk baru mungkin disebabkan perkawinan dan ada pula disebabkan adanya mata pencaharian ditempat tersebut. Dengan demikian, masyarakat kampung tadi tidak terikat oleh karena kesatuan suku, tetapi dengan perkembangan baru itu, ikatan tersebut tidak lagi bersifat kesukuan, tetapi terikat karena kesatuan tempat tinggal dan kampung halaman.
 Kampung-kampung tersebut dipimpin oleh seorang kepala kampung yang disebut “Penghulu” dan sekarang merupakan pamong desa yang dipilih berdasar peraturan pemerintah. 
Disamping penghulu ini terdapat pula pimpinan bidang agama, yaitu “imam”. Imam inilah yang mengurus segala persoalan yang menyangkut keagamaan, seperti menjadi imam mesjid, pengajian dan pelajaran agama, nikah/cerai/rujuk, pembagian warisan, pengumpulan zakat dan lainnya. Dengan demikian penghulu dengan didampingi oleh imam merupakan pimpinan kampung.
a.Pimpinan dalam kesatuan hidup setempat
 Terdapat bermacam-macam sebutan untuk pimpinan dalam kesatuan hidup setempat. Pada mulanya struktur kesatuan hidup setempat berdasarkan kesukuan, maka pemimpin adalah kepala suku atau kepala hinduk. Gelar kepala suku atau kepala hinduk ini bermacam-macam, sebagai berikut:
1.      Datuk = disamping menjadi kepala suku, sekaligus menjadi pimpinan territorial yang agak luas yang mencakup dan membawahi beberapa kepala suku dan hinduk-hinduk.
2.      Penghulu, batin, tua-tua, jenang dan monti adalah gelar untuk kepala suku dan hinduk-hinduk.
 Perkembangan kemudian menyebabkan pula perobahan batas-batas territorial, kalau pada mulanya territorial mengikuti suku, yaitu dimana suku tersebut menetap, maka lingkungan tempat tinggalnya itu menjadi daerah kekuasaannya. Tetapi keadaan ini kemudian berbalik, yaitu suku  yang mengikuti territorial. Teritoir ini kemudian disebut “kampung”, “rantau” atau “banjar”. Mereka yang tinggal dalam lingkungan teritoir tadi mejadi penduduk kampung dan dengan sendirinya kampung ini mencakup beberapa kesukuan. Untuk kampung, rantau atau banjar ini diangkat seorang kepala kampung yang disebut “penghulu”.
b.Hubungan sosial dalam kesatuan hidup setempat
Dikampung-kampung penduduk saling mengenal satu sama lain,
karena masyarakat kampung memiliki rasa keterikatan antara satu sama lainnya masih kuat. 
 Kerukunan merupakan cirri khas dari masyarakat kampung-kampung tersebut. Adanya kerukunan ini bukan disebabkan karena paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi hukuman yang keras, tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma yang hidup dimasyarakat  itu. 
 Mulai dari gerak-gerik, sikap dan pembawaan dipengaruhi oleh faktor ini. Menghindarkan hal-hal yang dapat menimbulkan aib dan malu merupakan fakor pendorong untuk terus berbuat dan bersikap baik terhadao sesamanya dan perasaan yang demikian lebih kuat dibandingkan dengan perasaan berdosa. Segala tindakan harus dijaga supaya tidak menimbulkan “sumbang mata”, “sumbang telinga”, “sumbang adab”. Secara keseluruhan haruslah dihindari hal-hal yang menyebabkan orang di cap sebagai seorang yang “tidak tau adat’.
 Dengan demikian jelaslah, norma-norma yang bersifat lebih besar pengaruhnya, sehingga jarang dijumpai adanya pertikaian dan sengketa. Dalam hal ini pengaruh kepemimpinan penghulu dan imam merupakan saham yang  besar, sehingga pertikaian-pertikaian yang timbul segera dapat didamaikan.
c.Stratifikasi Sosial
            Dasar-dasar stratifikasi sosial 
 Adapun masyarakat di saerah ini pada dasarnya terdiri dari dua golongan, yaitu golongan asli dan golongan penguasa. Sebelum adanya kerajaan Siak Sri Inderapura, kepala-kepala suku yang menguasai hutan tanah, “territorial” bernaung dibawah kerajaan Johor.
 Setelah Raja Kecil yang dapat meduduki takhta Kerajaan Johor, terpaksa meninggalkan Johor dan terkhir membuka kerajaan baru di sungai Siak, maka kerajaannya dinamakan “Kerajaan Siak Sri Inderapura”. Dengan keadaan yang baru ini, terjadilah pembagian golongan dalam masyarakat. Jika pada mulanya yang ada hanya kepala suku sebagai puncak dan anggota sukunya sebagai dasarnya, maka dengan adanya Sultan beserta keturunannya, terjadilah tingkatan sosial baru sebagai berikut:
1.      Raja/Ratu dan Permaisuri yang merupakan tingkat teratas.
2.      Keturunan Raja yang disebut anak Raja-raja, merupakan lapisan kedua,
3.      Orang baik-baik yang terdiri dari Datuk Empat Suku dan Kepala-kepala suku lainnya beserta keturunannya merupakan lapisan ketiga,
4.      Orang kebanyakan atau rakyat umum, merupakan tingkatan terbawah.
           
 Adanya tingkatan sosial tersebut membawa konsekuensi pula dibidang adat istiadat dan tata cara pergaulan masyarakat. Makin tinggi golongannya semakin banyak hak-haknya. Keistimewaan dalam tata pakaian, tempat duduk dalam upaca-upacaramenunjukan adanya perbedaan itu. 

D.BAHASA
Bahasa Kepulauan Riau
Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa Melayu.
Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Pada Zaman Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara, atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu, semenjak pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, akhirnya pindah ke Riau mendapat predikat pula sesuai dengan nama pusat kerajaan Melayu itu. Karena itu bahasa Melayu zaman Melaka terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa Melayu zaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu zaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Pada zaman dahulu ada beberapa alasan yang menyebabkan Bahasa Melayu menjadi bahasa resmi digunakan, yaitu :
1.      Bahasa Melayu Riau secara historis berasal dari perkembangan Bahasa Melayu semenjak berabad-abad yang lalu. Bahasa Melayu sudah tersebar keseluruh Nusantara, sehingga sudah dipahami oleh masyarakat, bahasa ini sudah lama menjadi bahasa antar suku di Nusantara.
2.      Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini sudah menjadi standar.
3.      Bahasa Melayu Riau sudah banyak publikasi, berupa buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupun dari yang baru.
4.      Secara geografis, Riau merupakan daerah yang terbuka terhadap berbagai pengaruh dan menerima keadaan sebagai tempat perhimpunan potensi bermacam-macam kesenian. Di pedalaman Riau, kesenian tradisional dapat bertahan lebih kuat daripada di kota, sebagaimana yang juga terjadi pada daerah-daerah lainnya di Indonesia. Kesenian yang bernapaskan Islam bertahan dan berkembang lebih luas, terutama di desa-desa, sedangkan warna Melayu asli setengah tenggelam, sebagian lagi dilanjutkan di desadesa, namun kurang diminati di kota.
5.      Bentuk dan jenis kesenian yang menonjol di Riau ialah seni sastra, teater, nyanyian, dan tari. Garapan hasil sastra yang bercorak daerah terus mendapat perhatian para seniman setempat. Di bidang teater, teater kontemporer yang berlandaskan teater tradisional masih cukup kuat, namun teater Makyong dikhawatirkan bakal punah. Seni tari dan seni suara terus berkembang dengan adanya kreasi-kreasi baru. Seni hias justru semakin bangkit setelah dipakai untuk kepentingan zaman sekarang.
6.      Dibandingkan dengan pembangunan fisik, perhatian terhadap kesenian agak jauh tertinggal. Selain mementingkan pembangunan fisik, pembangunan spiritual di daerah ini hendaknya digalakkan pula. Melalui sandiwara dan media seni lainnya, pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan dengan baik. Untuk itu diperlukan pengadaan naskah-naskah yang dapat menunjang tujuan tersebut.
E.KESENIAN
Kesenian Riau dan Perkembangannya
Berbagai bentuk dan jenis kesenian yang terdapat di Riau, yaitu teater, tari, musik, nyanyian, dan sastra. Para penghayat kesenian di perkotaan umumnya merasa asing terhadap kesenian tradisional. Oleh karena itu, diperlukan penghubung yang apresiatif dengan memperkenalkan segala jenis dan bentuk kesenian tradisional di perkotaan. Dengan demikian, kesenian kontemporer yang tumbuh, hidup, dan berkembang di perkotaan akan mempunyai fondasi yang kokoh dan ranggi dalam memberikan sumbangan bagi kesenian nasional.
1.Sejarah kesenian Melayu-Riau
Satu dasawarsa menjelang abad ke-20, berdiri Rusydiah Klub, suatu perkumpulan untuk para cendekiawan, sastrawan, dan budayawan. Perkumpulan ini berdiri di Riau, tepatnya di Pulau Penyengat yang pada waktu itu menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Riau Lingga. Pada hakekatnya, perkumpulan ini merupakan lembaga kebudayaan yang mencakup kesenian, pertunjukan, dan sastra. Kegiatannya bermula dari peringatan hari-hari besar Islam, seperti Maulud Nabi, Isra-Mikraj, Nuzulul Quran, Idul Fitri, Idul Adha, dan lain-lain yang kemudian berkembang sampai pada penerbitan buku-buku karya anggota per­kumpulan. Semua kegiatan ditunjang oleh sarana kerajaan yang berupa perpustakaan Kutub KhanahMarhumAhmadi dan dua buah percetakan huruf Arab-Melayu, yaitu Mathba‘atalAhmadiyah dan Mathba‘atalRiauwiyah.
Rusydiah Klub merupakan perhimpunan cendekiawan pertama di Indonesia. Perkumpulan ini tidak disebut dalam sejarah nasional, karena kurang telitinya pengumpulan bahan sejarah, atau mungkin karena tidak adanya masukan dari pihak yang banyak mengetahui tentang hal itu. Rusydiah Klub mening­galkan pusaka kreativitas be­rupa buku-buku sastra, agama, sejarah, dan ilmu bahasa yang amat berharga. Jika Riau pada masa lalu sanggup menyediakan fa­silitasbagi kegiatan seni dan sastra, seharusnya Riau pada masa kini mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik lagi.
Riau sejak dahulu sudah menjadi daerah lalu lintas perdagangan negaranegara tetangga, sehingga Riau melahirkan sosok dan warna budaya yang beragam. Hal ini merupakan beban, sekaligus berkah historis-geografis. Riau seakan-akan merupakan ladang perhimpunan berbagai potensi kesenian, yang di dalamnya terdapat pengaruh kebudayaan negara-negara tetangga dan kebudayaan daerah Indonesia lainnya. Kesenian Melayu Riau sangat beragam, karena kelompok-kelompok kecil yang ada dalam masyarakat juga berkembang. Perbedaan antara Riau Lautan dan Riau Daratan menunjukkan keanekaragaman kesenian di Riau. Hal ini sekaligus sebagai ciri khas Melayu Riau, karena dari pembauran kelompok-kelompok itu pandangan tentang kesenian Riau terbentuk.
Kenyataan menunjukkan, kesenian di Riau dan kesenian di negara-negara berkebudayaan Melayu seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam saling mengisi dan saling mempengaruhi. Demikian pula dengan daerah-daerah berkebudayaan Melayu seperti Deli, Langkat, Serdang, dan Asahan di Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat, dan lainnya, juga terpengaruh kebudayaan Minangkabau, Mandailing, Bugis, dan Jawa. Kebudayaan yang datang dari luar Indonesia seperti India (Hindu-Budha), Arab (Islam), Cina, dan Siam juga turut mempengaruhi. Kelenturan kebudayaan Melayu tersebut sejalan dengan perkembangan sejarah dan letak geografis Riau, sehingga menjadikan Riau sangat kaya dengan ragam ekspresi kesenian. Perkembangan kebudayaan Melayu di Riau itu pada gilirannya dapat memperkaya kebudayaan nasional. Namun sayangnya tidak sedikit cabang kesenian Melayu Riau yang semakin suram dan kurang mendapat perhatian. Bentuk-bentuk kesenian ini hanya muncul dalam acara seremonial, seperti pada waktu ulang tahun atau ketika ada kunjungan pejabat.
2.Perkembangan Kesenian Di Riau
Kesenian Riau tumbuh, hidup, dan berkembang di pedalaman, di desadesa terpencil, juga di kota-kota. Kesenian yang tumbuh dan hidup di pedalaman kurang berkembang dan tidak menyebar karena terkurung dalam lingkungannya. Masyarakat mengenal kesenian ini bukan semata-mata sebagai hiburan, tetapi dikaitkan dengan kepercayaan dan bersifat spiritual yang difungsikan sebagai penghubung antara manusia di alam nyata dengan penguasa di alam gaib.
Kesenian Riau di kota didukung oleh para pelajar, mahasiswa, dan seniman masa kini, sehingga dapat berkembang. Perkembangan ini menghasilkan kesenian kreasi baru yang menyadap kesenian tradisional dan
memodifikasikannya dengan landasan budaya setempat. Jenis kesenian ini dapat diketahui dengan melihat sentuhan budaya nasional di dalamnya. Kesenian kreasi baru jenis tari dan teater kontemporer tampaknya me­nunjukkan nilai seni yang beragam pula. Misalnya Sendratari Lancang Kuning mengandung nilai tarianZapin, Cik Masani diangkat dari gerak tari Makyong, Hang Tuah me­manfaatkanbeberapa gerak tari Melayu lama. Demikian pula dengan garapan baru dari beberapa teater rakyat seperti Gubang, Makyong, Mendu, dan Bangsawan. Garapan musik kreasi baru belum begitu intens dikerjakan, meskipun bentuk ghazal dan orkes Melayu masih hidup di beberapa tempat. Padahal lagu-lagu Melayu lama masih terus dinyanyikan secara luas. Bagaimanapun juga lagu-lagu Melayu lama ini lebih dikenal di desa-desa daripada di kota-kota.
Sikap masyarakat kota di Riau tidak seperti sikap masyarakat Sumatera Barat terhadap lagu-lagu tradisionalnya. Seniman-seniman Padang dan sekitarnya banyak yang masih menggarap lagu-lagu dae­rah mereka dengan penuh gairah, bahkan lagu-lagu Melayu juga digarap. Dengan kemajuan yang mereka capai, lagu-lagu Melayu sudah menjadi seperti lagu Minang. Di Riau sendiri orang kurang peduli terhadap warisan lagu-lagu lama Melayu. Agaknya sejarah kebudayaan menghendaki budaya Melayu dinikmati dan dimanfaatkan oleh sukusuku lainnya di negeri ini, seperti halnya ke­budayaan Melayu diperkokoh oleh pengaruh-pengaruh yang tersaring dari mana saja.


3.Jenis-Jenis Kesenian Riau
Salah satu kesenian Riau adalah teater. Teater merupakan sebuah karya seni yang kompleks, karena di dalamnya juga terdapat unsur-unsur kesenian lain. Di beberapa desa dan kota di Riau masih dijumpai jenis-jenis teater klasik. Bentuk kesenian ini semakin berkembang dan kokoh setelah mendapat kesempatan memasuki istana, sehingga bentuknya kemudian menunjukkan ciri-ciri istana yang berbeda dengan wujud awalnya sebagai kesenian rakyat. Hal ini karena saat memasuki istana, penampilan teater Makyong, Mendu, Mamanda, dan Bangsawan diperhalus.
Seni tari yang muncul dalam teater Mendu berupa tarianLadun, JalanKunon, Air Mawar, Beremas, dan Lemak Lamun. Seni tari yang muncul dalam Makyong berupa tarian Selendang Awang, Timang Welo, Berjalan Jauh, dan tarian penutup berupa tarian Cik Milik. Dalam Bangsawan juga terdapat tari-tari hiburan seperti Jula-Juli, ZumGaligaLizum, Mak Inang Selendang, dan jenisjenis langkah Zapin.
Seni suara merupakan napas pertunjukan Mendu, Makyong, dan Bangasawan. Dalam Mendu terdapat lagu Lakau, Ladun, Madah, Air Mawar, Lemak Lamun, Tala Satu, Ayuhai, Nasib, dan Tala Empat. Dalam Makyong terdapat nyanyian seperti Cik Milik, Timang Bunga, Selendang Awang, Awang Nak Beradu, Puteri Nak Beradu, dan Don­dang Di Dondang. Dalam Bangsawan terdapat nyanyian seperti Berjalan Pergi, Lagu Stambul Dua, Dondang Sayang, Nyanyi Pari, Nasib, dan lain-lain.
Alat-alat musik yang dipakai dalam pertunjukan Mendu ialah gendang panjang, biola, gung, beduk, dan kaleng kosong, sedang­kan dalam pertunjukan Makyong digunakan nafiri, gendang, gung, mong, breng-breng, geduk-geduk, dan gedombak. Dalam Bangsawan dipakai peralatan orkes Melayu lengkap. Pertunjukan Mendu dan Makyong sangat mengandalkan upacara yang bersifat ritual seperti buka tanah dan semah. Dalam upacara ini digunakan mantra dan serapah.
4.Rintisan Pengarang Riau Abad Ke-19 Dan Awal Abad Ke-20
Kekentalan imajinasi dan bunyi yang terkandung di dalam mantra, serapah, dan jampi telah menarik perhatian seorang penyair nasional asal Riau, SutardjiCalzoumBachri, untuk memanfaatkan jiwa yang terkandung dalam warisan purba Melayu itu dalam penciptaan puisi modern. Barangkali penggunaan bir oleh penyair terkenal ini diadaptasi dari para pengemban seni tradisional untuk mencapai keadaan trance. Mantra, serapah, dan jampi juga menarik perhatian penyair lainnya, Ibrahim Sattah. Untuk mendapatkan warna lain, penyair ini memusatkan perhatiannya pada sajak permainan anak-anak yang banyak terdapat di daerah Riau. Pola gubang yang terdapat pada Orang Laut juga dimanfaatkan oleh penulis karya pentas kontemporer, seperti halnya dalam naskah teater Indonesia. Tahun 1980 dari Riau muncul naskah Warung Bulan.
Bidang sastra di Riau mempunyai landasan yang cukup kokoh. Pada abad ke-19 para penulis daerah ini mencapai puncak kreativitasnya. Hal ini terlihat bukan saja dari jumlah karya yang dihasilkan, tetapi juga dari hasrat masyarakat untuk bersusastra, seperti yang dijelaskan oleh Virginia Matheson dan Barbara Watson Andaya dalam tulisannya “Pikiran Islam dan Tradisi Melayu-Tulisan Raja Ali Haji dari Riau” yang dimuat dalam buku Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka.
Tampilnya Raja Ali Haji sebagai seorang sastrawan, ahli bahasa, penulis sejarah, dan ulama menjadikan Riau terpandang dalam dunia kebudayaan. Beliau pergi meninggalkan jejak yang diikuti oleh se­deretan penulis yang juga menghasilkan karya tulis, antara lain Raja Ali Kelana. Raja Ali Kelana telah menghasilkan buku Pohon Perhimpunan, Percakapan Si Bakhil, dan Bughyatal Ani Fi Huruf alMa‘ani. Jejak ini juga diikuti oleh Hitam Khalid bin Hassan, Engku Umar bin Hassan Midai, Raja Ahmad Tabib, Abu Muhammad Adnan, dan lain-lain. Para penulis wanita pun tidak ketinggalan, sehingga Riau mengenal Raja Zaleha, Aisyah Sulaiman, Salmah binti Ambar, dan Badriyah Muhammad Taher.
Rintisan yang dibuat oleh para penulis Riau abad ke-19 dan awal abad ke20 ini kelak memunculkan penulis-penulis seperti Hanafi Tsuyaku, SoemanHs, Wan Khalidin, S.H. yang dikenal dengan nama DassChall, kemudian berlanjut kepada penulis masa kini yang menghasilkan karya-karya sastra berbentuk sajak cerita pendek, novel, naskah sandiwara, esai dan artikel budaya, serta cerita anakanak. Semua itu menggambarkan bahwa hasrat berkesenian/ber­susastra di kalangan seniman dan sastrawan Melayu Riau tidak pernah padam. Sayangnya seniman dan sastrawan Riau ini kurang mendapat sambutan dan kurang dikenal di daerahnya. Mereka seperti orang asing di kampungnya sendiri.

5.Seni Bangunan Dan Seni Kerajinan
Hasil kesenian Riau yang perlu dicatat masih banyak, di antaranya adalah seni bangunan dan seni kerajinan. Kedua seni ini juga menunjukkan ciri khas Riau. Kerajinan tenun kain, anyaman, sulaman, tekat, renda, hiasan tudung saji, terandak, dan lainnya berkembang dengan baik. Kerajinan tenun Riau mempunyai banyak motif, seperti motif bunga, daun, binatang, awan larat (awan berarak), dan ukiran kaligrafi. Kain tenun khas Riau antara lain kain tenun Siak dari Siak Sri Indrapura, kain sutera corak lintang dari Siantan, serta kain sutera petak catur dan kain mastuli dari Daik Lingga.
Seniman Tenas Effendy telah berusaha mengungkap motif-motif yang dulu kurang dikenal dalam senirupa Melayu, seperti motif bunga cengkih, pucuk rebung, awan larat, wajik-wajik, bunga kiambang, bunga berembang, bunga hutan, bunga melur, tampuk manggis, cempaka, kunyit-kunyit, pinang-pinang, naga-naga, lebah bergantung, ikan, ayam, sayap layang-layang, siku keluang, dan lain-lain. Seniman ini dikenal sebagai orang yang berikhtiar untuk melestarikan seni bangunan dan seni tradisional Melayu Riau lainnya, termasuk sastra lisan. Motif-motif ukiran dalam kesenian Melayu klasik masih dapat kita lihat dalam bentuk ukiran kaligrafi dari ayat-ayat Al Quran atau syair-syair Arab pada mimbar dan mihrab masjid-masjid tua di seluruh Riau atau pada nisan-nisan lama.
Seni bangunan Melayu yang asli juga masih terdapat di seluruh Riau. Meskipun beragam dan sedikit berbeda, namun semuanya masih memperlihatkan benang merah yang menunjukkan cikal-bakalnya pada masa lampau.





BAB III
PENUTUP
a.Kesimpulan
-     Kondisi Geografis
Provinsi Riau
Daerah Provinsi Riau yang terletak antara 10 5’ Lintang Selatan dengan 20 25’ Lintang Utara dan 1000 dengan 1050 45’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.
Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
-          Sistem Religi
Penduduk daerah Riau umumnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam di daerah ini telah dianut penduduk sejak masuknya agama Islam yang diperkirakan sejak abad ke-11 dan 12 M.
-          Sistem Kemasyarakatan
Kerukunan merupakan cirri khas dari masyarakat kampung-kampung
tersebut. Adanya kerukunan ini bukan disebabkan karena paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi hukuman yang keras, tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma yang hidup dimasyarakat  itu. 

-          Sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan yaitu mengenai pengetahuan alam sekitar, tentang bahan mentah/ galian, dan tentang kelakuan dengan sesama manusia.
-          Bahasa
Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa Melayu.
-          Kesenian
Salah satu kesenian Riau adalah teater. Teater merupakan sebuah karya seni yang kompleks, karena di dalamnya juga terdapat unsur-unsur kesenian lain.
-          Sistem mata pencaharian hidup
Orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritasnya menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan. Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain.
-          Sistem teknologi dan peralatan
Sejak zaman bahari masyarakat Melayu Riau sudah memiliki bermacam cara untuk memenuhi keperluan hidup. Artinya sejak masa lampau masyarakat Melayu Riau telah menguasai teknologi. Teknologi ini diklasifikasi menjadi teknologi pertanian, pernikahan, peternakan, pertukangan, perkapalan, pertambangan, dan pengolahan bahan makanan.
b.Saran
Dibandingkan dengan pembangunan fisik, perhatian terhadap kesenian agak jauh tertinggal. Selain mementingkan pembangunan fisik, pembangunan spiritual di daerah ini hendaknya digalakkan pula. Melalui sandiwara dan media seni lainnya, pesan-pesan pembangunan dapat disampaikan dengan baik. Untuk itu diperlukan pengadaan naskah-naskah yang dapat menunjang tujuan tersebut.
Sehingga kebudayaan Melayu-Riau tetap terpelihara dengan baik tanpa menghilangkan kebudayaan-kebudayaan aslinya.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar