Jumat, 04 April 2014

makalah dakwah melalui seni dan budaya

MAKALAH
DAKWAH MELALUI SENI DAN BUDAYA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Dakwah





Di Susun Oleh:
Imam Reza Muzaki
MAHASISWA PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH KALIURANG YOGYAKARTA
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan Karunia-Nya sehingga penulisan makalah dengan judul “DAKWAH MELALUI SENI DAN BUDAYA” ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, dan para sahabat-sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah METODOLOGI DAKWAH. Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana cara untuk berdakwah melalui seni dan budaya yang harus sesuai dan bisa di terima oleh masyarakat pada umumnya, di dalam berdakwah melalui seni dan budaya ini penulis memaparkan tujuan dan kesimpulan serta apa yang dapat di terima oleh masyarakat, seperti yang kita ketahui di dalam islam tidak ada larangan untuk berdakwah melalui seni dan budaya.
“Tak ada gading yang tak retak” Dan permohonan maaf kami pribadi apabila di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kesalahan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis.

Yogyakarta, 1 april 2013

penulis



DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang................................................................................ 4
B.     Rumusan masalah........................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian seni dan budaya dalam islam…………………............ 6
B.     Wujud kebudayaan………………………………………………...7
C.     Prinsip prinsip kebudayaan islam…………… ……………………8
D.    Hubungan antara agama, seni, dan budaya……………………….9
E.     Ayat yang menjelaskan dakwah melalui seni dan budaya………10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan………………………………………………………. 10
B.     Saran……………………………………………………………... 11
DAFTAR  PUSTAKA…………………………………………………… 12
     








BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

            Islam merupakan agama yang luas dan fleksibel. Islam mengkaji banyak hal. Kajian ilmu dalam islam tidak hanya pada inti ajaran islam itu sendiri, melainkan juga pada ilmu lain yang relevan terhadap ajaran islam. Semua aspek dan hal dalam kehidupan manusia diatur oleh islam. Cakupan kajian islam sangatlah luas karena tidak ada satupun hal yang tidak diatur dan dibahas dalam islam, mulai dari keindahan dalam hal ini seni dan budaya, ilmu pengetahuan, hingga cara berpikir dengan filsafat. Islam agama yang mencintai keindahan sehingga dalam islam terdapat aspek hubungan islam dengan seni dan budaya. Islam merupakan agama yang berkembang, fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Namun hal ini perlu dipikirkan secara lebih mendasar, logis dan menyeluruh sehingga perkembangan yang terjadi tidak bertentangan dengan inti ajaran islam. Islam adalah agama yang sangat menghargai seni. Hampir dalam setiap masa penyebaran islam diberbagai belahan dunia, seni selalu dianggap sebagai cara dakwah yang paling tepat. Karena masyarakat akan lebih mudah memahami nilai-nilai yang dibawa oleh agama islam melalui seni tanpa perlu ada kekerasan. Setelah agama islam diterima hampir diseluruh dunia, timbul lah banyak jenis kebudayaan islam. Jenis kebudayaan disetiap daerah berbeda-beda. Namun, saat ini seluruh kebudayaan islam tersebut telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan semakin baik. Hal yang sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan islam adalah adanya konsep pengembangan budaya islam. Kebudayaan Islam adalah peradaban yang berdasarkan pada nilai-nilai ajaran islam. Nilai kebudayaan Islam dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang lahir di bidang ilmu pengetahuan agama dan bidang sains dan teknologi. Semua itu di ilhami oleh ayat-ayat Al Quran dan sunnah.
            Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah  SWT  kepada manusia sebagai rahmatan lil alamin atau rahmat bagi alam semesta. Hal itu membuat ajaran Islam tampil sebagai solusi dari segala permasalahan yang menimpa umat manusia. Upaya  Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dibuktikan dengan peran wali songo yang begitu besar dalam penyebaran Islam khususnya di pulau Jawa. Salah satu cara yang digunakan wali songo adalah pendekatan melalui kebudayaan, misalnya kesenian. Hal itu menunjukkan bahwa wali songo mengutamakan jalan yang menjadikan masyarakat tertarik dan sarat dengan ajakan yang baik daripada mengedepankan hal-hal yang bersifat normatif dan tekstual. Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta dan selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini.
1.2 Rumusan Masalah
            Kata agama dan kebudayaan merupakan dua kata yang seringkali bertumpang tindih, sehingga mengaburkan pamahaman kita terhadap keduanya. Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus   meletakan  agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Seni dan   kebudayaan dalam  islam  juga memiliki  berbagai macam ragam dan corak yang berbeda-beda. Dari sini kami akan merumuskan permasalahan dalam pembahasan yaitu :




1.      Apa pengertian dan hakikat seni dan budaya dalam islam?
2.      Apa wujud kebudayaannya?
3.      Bagaimana prinsip-prinsip kebudayaan islam?
4.      Bagaimana hubungan antara agama, seni, dan budaya?
5.      Apa saja seni dan budaya islam?
6.      Bagaimana nilai islam dalam seni dan budaya Indonesia?
7.      Bagaimana hubungan islam dengan seni dan budaya local?









































BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Seni Dan Budaya Dalam Islam
            Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta, buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dalam bahasa Arab terdapat istilah al tsaqafah dan al hadlarah. Para ahli sosial cenderung berpendapat bahwa kata al tsaqafah merujuk pada aspek ide, sedangkan kata al hadlarah menunjuk kepada aspek material. Maka, al hadlarah lebih tepat diterjemahkan sebagaiculture. Kebudayaan mengandung pengertian meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan adat istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Munandar Soelaiman, 1992 dalam Zakky Mubarak, 2010).A.L. Kroeber dan C. Kluckhon yang pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang terdapat dalam banyak buku dan yang berasal dari banyak penulis. Terbukti ada 160 macam definisi tentang kebudayaan yang kemudian dianalisis, dicari intinya dan diklasifikasikan dalam berbagai golongan, dan kemudian hasil penyelidikan itu diterbitkan dalam satu buku bernama : Culture A Critical Review of Concept and Definitions, tahun 1952. Adapun ahli antropologi tentang kebudayaan antara lain :
1.      E.B. Taylor (Inggris), dalam buku yang berjudul : Primitive Culture, mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      R. Linton, dalam bukunya : The Cultural Background of Personality bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masayarakat tertentu.
3.      A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhon, kebudayaan adalah keseluruhan hasil perbuatan manusia yang bersumber dari kemauan, pemikiran, dan perasaannya.
4.      Prof. DR. Koentjadiningrat, kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
5.      Prof. M.M. Djojodigoeno, dalam bukunya : Asas-asas Sosiologi (1958), menyatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa, dan rasa.
         Cipta   : Kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
         Karsa   : Kerinduan manusia untuk menginsafi tentang hal sangkan paran. Dari mana manusia sebelum lahir (sangkan) dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan, kepercayaan. Timbullah bermacam-macam agama, karena kesimpulan manusia pun bermacam-macam pula.
         Rasa    :  Kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan bermacam kesenian.
            Karena jangkauan yang begitu luas, maka Ernst Cassire membaginya ke dalam lima aspek yang meliputi :
a.       Kehidupan spiritual
b.      Bahasa dan kesusastraan
c.       Kesenian
d.      Sejarah
e.       Ilmu pengetahuan
            Dari berbagai definisi tersebut di atas tampaknya dapat diambil inti sarinya bahwaa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
            Sedangkan jika kita membahas masalah seni, seni merupakan bagian dari kebudayaan yang menekankan pada persoalan nilai kehidupan. Seni merupakan ekspresi dari jiwa yang halus dan indah yang lahir dari bagian yang terdalam dari jiwa manusia yang didorong oleh kecenderungan pada keindahan. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Tuhan. Seni dikaitkan dengan keindahan, bagus, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Segala sesuatu yang memiliki keindahan merupakan hasil seni. Seni ada yang bersal dari hasil karya manusia ada pula yang bersifat alamiah. Seni selalu berusaha memberikan makna yang sepenuhnya mengenai obyek yang diungkapkan. Keindahan juga bersifat universal, maksudnya tidak terikat oleh selera individu, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal (Ismala Dewi dkk, 2009 dalam Zakky Mubarak, 2010). Agama Islam mendukung kesenian selama tidak melenceng dari nilai-nilai agama. Kesenian dalam Islam diwujudkan dalam seni bangunan, arsitektur, luis, ukir, suara, tari, dan lain-lain.
            Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar   yaitu : visual arts dan performing arts, yang mencakup seni rupa (melukis, memahat, mengukir), seni pertunjukan (tari, musik), seni teater (drama, wayang), seni arsitektur (rumah dan bangunan). Aspek ilmu pengetahuan meliputi science (ilmu-ilmu eksakta) dan humaniora (sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah).
B.      Wujud Kebudayaan
            Menurut Koentjaraningrat wujud kebudayaan meliputi :
1. Wujud Ideal
Wujud ideal merupakan ide-ide, norma, peraturan, hukum dan sebagainya.
2. Wujud Tingkah Laku
Wujud tingkah laku berupa aktifitas tingkah laku berpola dari manusia dalam masyarakat. Pola tingkah laku yang mendasar dan dimaksudkan dalam ajaran Islam meliputi hal-hal sebagai berikut :
Ø  Ketakwaan, beriman, cinta dan takut kepada Allah SWT.
Ø  Penyerahan diri.
Ø  Kebenaran menciptakan pola tingkah laku setia pada realita atau suatu pendekatan realistis terhadap kehidupan dan ketulusan.
Ø  Keadilan baik terhadap diri sendiri, maupun orang lain atau makhluk lain.
Ø  Cinta terhadap makhluk tuhan.
Ø  Hikmah mendorong seseorang untuk menumbuhkan tingkah laku berdasarkan keilmuan.
Ø  Keindahan membuahkan kemanisan, kelembutan dan keluwesan yang muncul dalam moral dan kebiasaan.
3. Wujud Benda
Wujud benda merupakan hasil karya. Peradaban sering disebut untuk kebudayaan yang memiliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan sebagainya. Maka peradaban adalah bagian dari kebudayaan, tapi tidak sebaliknya.
            Menurut J.J Hoeningman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga gagasan, menjadi gagasan, aktivitas dan artefak.
1. Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang terbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati serta didokumentasikan.
3. Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret dari ketiga wujud kebudayaan.
            Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh : wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
            Menurut Zakky Mubarrak, dilihat dari dimensi wujud, kebudayaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.  Kompleks gagasan, konsep, dan fikiran manusia. Wujud dari budaya ini masih abstrak, tidak kasat mata, dan berada pada jiwa manusia.
2.  Kompleks aktivitas berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkrit, kasat mata, dapat diamati dan diobservasi. Wujudnya sering disebut sistem sosial.
3.  Wujud kebudayaan berupa benda. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi dipastikan selalu menggunakan sarana dan peralatan, sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas dari karya manusia tersebut menghasilkan berbagai macam benda. Benda-benda itu bisa berwujud benda bergerak atau benda yang tidak bergerak.
            Unsur-unsur kebudayaan terdiri dari tujuh macam, yaitu :
1.         Bahasa,
2.         Sistem teknologi,
3.         Sietem mata pencaharian,
4.         Organisasi sosial,
5.         Sistem pengetahuan,
6.         Religi,
7.         Kesenian.
            Bentuk kebudayaan selalu ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh pembentuk kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam disebut kebudayaan Islam. Dalam pandangan ajaran Islam, aktivitas kebudayaan manusia harus memperoleh bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT melalui para Nabi dan RasulNya. Akal dan fikiran manusia tidak mampu menentukan semua kebaikan atau keburukan, karena itu banyak hal yang dianggap baik oleh akal fikiran ternyata buruk menurut agama. Begitu pula hal yang dianggap tercela oleh akal fikiran, justru dianggap baik oleh agama. Dengan demikian, agar kebudayaan terlepas dari jalan yang sesat maka harus dilandasi oleh ajaran agama.
C.     Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
            Sendi perumusan prinsip-prinsip kebudayaan islam antara lain :
1.      Sumber segala sesuatu adalah Allah karena dari-Nya berasal semua ciptaan.
2.      Diembankan amanah khalifah kepada manusia.
3.      Manusia diberi potensi yang lebih dibanding makhluk lainnya.
4.      Ditundukkan ciptaan Allah yang lain kepada manusia, baik tanah, air, angin, tumbuhan dan hewan.
5.      Dinyatakan bahwa semua fasilitas dan amanah tersebut akan diminta pertanggungjawabannya kelak.
            Dengan berbagai kelebihan dan fasilitas yang diberikan oleh Allah kepada manusia, beserta tanggung jawab atas semua itu, manusia melahirkan berbagai ide dan muncul keinginan untuk selalu berbuat dan berkarya. Dan pada puncaknya, manusia akan menghasilkan apa yang disebut dengan kebudayaan. Prinsip-prinsip yang diperlukan untuk menghasilkan kebudayaan yang Islami antara lain :
1.      Dibangun atas dasar nilai-nilai Illahiyah.
2.      Munculnya sebagai pengembangan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
3.      Sasaran kebudayaan adalah kebahagiaan manusia, keseimbangan alam dan penghuninya.
4.      Pengembangan ide, perbuatan dan karya, dituntut sesuai kemampuan maksimal manusia.
5.      Keseimbangan individu, sosial dan anatara makhluk lain dengan alam merupakan cita tertinggi dari kebudayaan.
            Prinsip kebudayaan dalam Islam adalah suatu di antara dua alternatif. Sepanjang sejarah umat manusia, kebudayaan hanya mempunyai dua model yaitu “membangun” atau “merusak”. Kedua model itu hidup dan berkembang dan saling bergantian (Al-Anbiya : 104). Selain itu prinsip kebudayaan dalam pandangan Islam adalah adanya ruh (jiwa) di dalamnya dan ruh itu tidak lain adalah wahyu Allah (Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul-Nya), seperti yang telah di nyatakan oleh surat Asy-Syuraa : 52-53. Jika ruh kebudayaan adalah wahyu Allah, maka kebudayaan bergerak ke arah kemajuan atau membangun. Dan sebaliknya jika ruh kebudayaan bukan berasal dari wahyu Allah maka arah kebudayaan ialah akan merusak.


















D.    Hubungan Antara Agama, seni dan Budaya
            Kebudayaan berkembang sesuai atau karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon manusia berada. Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan- kebudayaan berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek moyangnya, melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.

            Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya, namun kadangkala mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam komunitas budaya dan tradisi tertentu, banyak unsur-unsur kebudayaan (misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.
            Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah berubah, yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan kebudayaan. Kecenderungan tersebut menghasilkan dikotomi hubungan antara iman-agama dan kebudayaan. Dikotomi tersebut memunculkan konfrontasi (bukan hubungan saling mengisi dan membangun) antara agama dan praktek budaya, karena dianggap sarat dengan spiritisme, dinamisme, animisme, dan totemnisme. Akibatnya, ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu :
1.    Sikap Radikal : Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama  atau/dan Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama.
2.    Akomodasi : Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan.
3.    Sikap Perpaduan : Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus.
4.    Sikap Pambaharuan : Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitas sosio-kulturalnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.
            Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut, maka solusi terbaik adalah perlu pertimbangan-pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai ajaran agama). Dan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.

E.     Ayat dan hadis  tentang  berdakwah melalui seni dan budaya

Ada tiga ayat yang dijadikan alasan oleh sementara ulama untuk melarang --paling sedikit dalam arti  memakruhkan--  nyanyian, yaitu: surat Al-Isra (17): 64, Al-Najm (53): 59-61, dan Luqman (31): 6.
Surat Al-Isra dimaksud adalah perintah Allah kepada setan:
Hasunglah siapa yang kamu sanggup (hasung) diantara mereka (manusia) dengan suaramu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang beralas kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak, dan beri janjilah mereka. Tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka kecuali tipuan belaka.
               Kata suaramu dalam ayat di atas menurut sementara ulama adalah nyanyian.  Tetapi  benarkah  demikian?  Membatasi  arti  suara dengan nyanyian merupakan pembatasan yang tidak berdasar,  dan kalaupun  itu  diartikan nyanylan, maka nyanyian yang dimaksud adalah yang didendangkan oleh setan,  sebagaimana  bunyi  ayat ini.  Dan  suatu ketika ada nyanyian yang dilagukan oleh bukan setan, maka belum tentu termasuk yang dikecam oleh ayat ini.
Surat Al-Najm yang dimaksud adalah:
Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini (adanya Kiamat)? Kamu menertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu samidun (QS Al-Najm [53]: 59-61).
Kata samidun diartikan oleh yang melarang  seni  suara  dengan arti  dalam keadaan menyanyi-nyanyi. Arti ini tidak disepakati oleh ulama, karena kata tersebut walaupun digunakan oleh  suku Himyar  (salah  satu  suku  bangsa  Arab) dalam arti demikian. Tetapi dalam  kamus-kamus  bahasa  seperti  --Mujam   Maqayis Al-Lughah--  dijelaskan  bahwa akar kata samidun adalah samada yang maknanya berkisar pada berjalan bersungguh-sungguh  tanpa menoleh  ke  kiri  dan  ke  kanan,  atau  secara  majazi dapat diartikan serius  atau  tidak  mengindahkan  selain  apa  yang dihadapinya. Dengan  demikian,  kata  samidun  dalam  ayat  tersebut  dapat diartikan lengah karena seorang yang  lengah  biasanya  serius
dalam menghadapi sesuatu dan tidak mengindahkan yang lain Dalam  Al-Quran  dan  Terjemahnya  Departemen  Agama  RI  kata samidun diartikan seperti keterangan di  atas,  yakni  lengah. Kalaupun  kata  di  atas  dibatasi  dalam  arti  nyanyian maka nyanyian yang dikecam  di  sini  adalah  yang  dilakukan  oleh orang-orang   menertawakan   adanya   hari  kiamat,  dan  atau me1engahkan mereka (1ari peristiwa yang  seharusnya  memilukan mereka.
               Ayat ketiga yang dijadikan argumentasi keharaman menyanyi atau mendengarkannya adalah surat Luqman ayat 6 Di antara manusia ada yang mempergunakan lahwa al-hadits (kata-kata yang tidak berguna) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh siksa yang  menghinakan. Mereka  mengartikan  kata-kata  yang  tidak   berguna   (lahwaal-hadits) sebagai nyanyian.
               Pendapat  ini  jelas tidak beralasan untuk menolak seni-suara,
bukan saja karena  lahwa  al-hadits  tidak  berarti  nyanyian, tetapi  juga  karena  seandainya kalimat  tersebut  diartikan nyanyian, yang dikecam di  sini  adalah  bila  kata-kata  yang tidak berguna itu menjadi alat untuk menyesatkan manusia. Jadi masalahnya bukan terletak  pada  nyanyiannya,  melainkan  pada dampak yang diakibatkanya. Sejarah  kehidupan  Rasulullah  Saw.  membuktikan bahwa beliau tidak  melarang   nyanyian   yang   tidak   mengantar   kepada kemaksiatan.  Bukankah  sangat populer di kalangan umat Islam,
lagu-lagu yang dinyanylkan oleh kaum Anshar di  Madinah  dalam menyambut Rasulullah Saw.?
 Thalaa al-badru alaina. Min tsaniyat al-wadai
 Wajabasy syukru alaina. Ma daa lillahi dai
 Ayyuha al-mabutsu fina. Jita bil amril muthai

Memang benar, apabila nyanyian mengandung kata-kata yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, maka ia harus ditolak. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa dua orang wanita  mendendangkan  lagu  yang isinya   mengenang   para  pahlawan  yang  telah  gugur  dalam peperangan Badr sambil menabuh gendang. Di antaranya  syairnya adalah:
    Dan kami mempunyai Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok
Mendengar ini Nabi Saw. menegur mereka sambil bersabda:
 Adapun yang demikian, maka jangan kalian ucapkan.   Tidak ada yang mengetahui (secara pasti) apa yang   terjadi esok kecuali Allah (Diriwayatkan oleh Ahmad).
               Al-Quran sendiri memperhatikan nada dan langgam ketika memilih kata-kata    yang   digunakannya   setelah   terlebih   dahulu memperhatikan kaitan antara  kandungan  kata  dan  pesan  yang ingin disampaikannya.
Sebelum  seseorang terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan kandungan Al-Quran, terlebih  dahulu  ia  akan  terpukau  oleh beberapa  hal  yang  berkaitan  dengan  susunan  kata-kata dan kalimatnya, antara lain menyangkut nada dan langgamnya. Walaupun ayat-ayat Al-Quran ditegaskan oleh Allah bukan syair, atau  puisi,  namun ia terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Ini  disebabkan  karena  huruf  dari kata-kata  yang  dipilihnya  melahirkan  keserasian bunyi, dan kemudian kumpulan kata-kata  itu  melahirkan  pula  keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayatayatnya.
Bacalah misalnya surat Asy-Syams, atau Adh-Dhuha atau Al-Lahab dan surat-surat lainnya. Atau baca  misalnya  surat  An-Naziat ayat 15-26. Yang  ingin  di garis bawahi  di sini adalah nada dan irama yang unik itu. Ini berarti bahwa  Allah  sendiri  berfirman  dengan menyampaikan  kalimat-kalimat  yang  memiliki  irama dan nada. Nada  dan  irama  itu  tidak  lain  dari  apa  yang   kemudian diistilahkan  oleh  sementara  ilmuwan  Al-Quran dengan Musiqa Al-Quran (musik Al-Quran). Ini belum lagi jika  ditinjau  dari segi  ilmu  tajwid yang mengatur antara lain panjang pendeknya nada  bacaan,   bahkan   belum   lagi   dan   lagu-lagu   yang diperkenalkan oleh ulama-ulama Al-Quran. Imam Bukhari, dan Abu
Daud meriwayatkan sabda Nabi Saw.:
  Perindahlah Al-Quran dengan suara kamu. Bukankah semua  ini  menunjukkan  bahwa  menyanyikan  Al-Quran tidak terlarang, dan karena itu menyanyi secara umum pun tidak
terlarang kecuali kalau nyanyian tersebut tidak sejalan dengan tuntunan Islam.















BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
             Budaya dan seni adalah dua hal yang sudah lama menjadi bagian dari kehidupan manusia. Seni dan budaya ini selalu berkembang di setiap zamannya. Islam, sebagai agama Rahmatan Lil Alamin juga menjadi salah satu bagian dari perkembangan budaya dan seni. Banyak seni yang memasukkan nilai-nilai islam dalam karya seninya, misalnya seni kaligrafi, nasyid, dan lainnya. Dalam setiap karya yang dihasilkan, nilai-nilai Islam yang juga merupakan sebagai syiar Islam di kehidupan bermasyarakat. Budaya pun berkembang dengan nilai-nilai Islam didalamnya.
            Agama Islam mendukung kesenian selama tidak melenceng dari nilai-nilai agama. Sebaliknya apabila seni itu bertentangan dengan ajaran agama dilarang secera keras. Kesenian dalam islam diwujudkan dalam seni bangunan, arsitektur, lukis, ukir, suara, tari dan berbagai macam seni lainnya. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah  hidup dan  hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah  menjadi  salah satu  nikmat  Allah  yang dilimpahkan kepada manusia.
B.      Saran
            Dalam kaidah fiqh disebutkan “al adatu muhakkamatun” artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, budaya tersebut tidak bertentangan dengan Islam. Ketika terdapat kebudayaan yang bertentangan dengan Islam, maka kebudayaan itu harus dihindari. Seperti ngaben di Bali yang mengandung usur-unsur syirik.
            Islam selalu memiliki batasan-batasan tertentu untuk mengatur umatnya agar tidak melenceng dari ajaran Islam. Seni yang dikehendaki islam adalah seni yang bisa mendatangkan manfaat, bukan mendatangkan mudarat seperti menimbulkan kemungkaran, syirik, menimbulkan syahwat, dan lain sebagainya





Tidak ada komentar:

Posting Komentar