Filsafat
Romantis-Historis Dilthey
“Akankah pada akhirnya
kebutuhan akan keindahan dapat diberikan dan secara keseluruhan dan sempurna
digantikan oleh kebutuhan akan kebenaran”
(Wilhelm
Dilthey)
Prolog
Paruh
kedua dari abad ke-19 neokantianisme menjadi salah satu aliran terbesar di
Jerman. Terdapat dua madzhab besar yang menjadi turunan dari neokantinisme
tersebut; madzhab Malburg dan madzhab Baden. Madzhab yang disebut belakangan,
sebagaimana layaknya aliran neokantianisme, adalah sebuah madzhab pemikiran
yang merefleksikan ilmu pengetahuan, namun madzhab ini lebih concern pada
bidang ilmu pengetahuan budaya, mengingat kant sendiri terlalu banyak membahas
ilmu pengetahuan alam.
Wilhelm Windelband, salah seorang tokoh madzhab ini,
melihat adanya perbedaan dalam dua jenis ilmu pengetahuan; ilmu pengetahuan
alam dan ilmu pengetahuan budaya, khususnya ilmu sejarah. Baginya,
ilmu pengetahuan alam memiliki obyek pengetahuan yang berasal dari
fenomena-fenomena pengalaman inderawi yang dapat diualng-ulang secara terus
menerus dan bersifat umum. Oleh karenanya ia menyebutnyasebagai ilmu
pengetahuan nomotetis. Sedangkan
ilmu pengetahuan historis membahas yang unik, individual yang hanya satu kali
saja terjadi. Dan keunikannya itulah yang seringkali menjadi fokus penelitian,
oleh karenanya ia menyebutnya ilmu pengetahuan idiografis.
Sementara
itu, aliran historisisme dalam sejarah terus menyerang pemikiran hermeneutika
romantisime-psikologis ala F. Schleiemacher yang cenderung berpusat pada
psikologi sang author. Bagi mereka, Schleiemacher telah mengabaikan peran dunia
historis yang lebih luas yang telah turut mempengaruhi pemikiran author
tersebut. Pemahaman akan sejarah haruslah ditempuh dengan memahami sejarah itu
sendiri, biarkan sejarah menafsirkan dirinya sendiri.
Dalam kajian ini, akan kami ketengahkan pemikiran
hermeneutika Wilhelm Dilthey yang akan menggabungkan dua hal di atas, kajian
ilmu kebudayaan-historis dan pemikiran romantisis Schleiermacher dengan
kajiannya yang sangat mendalam terhadap pengalaman kehidupan manusia dalam
sejarah.
Wilhelm
Dilthey adalah seorang pemikir yang juga produktif dalam mengahasilkan karya
tulis. Namun sayangnya, tidak banyak karya-karya Dilthey yang dipublikasikan
dan dapat diakses, itupun setelah dia meninggal. Oleh karenanya, selain juga
karena kelemahan pemakalah, tulisan ini hanya didasarkan pada sumber sekunder.
Namun
setidaknya, mengacu pada telaah yang dilakukan Matthew L. Lamb, kajian ini akan
diawali dengan pembahasan pemikiran historis Dilthey, yang mencakup masalah
dikotomi antara ilmu pengetahuan alam (Naturwissenschaften) dan ilmu pengetahuan
budaya atau ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften) dan kajian tentang pengalaman
(Erlebnis), dan selanjutnya
diteruskan dengan pemikiran hermeneutika romantisis-historis Dilthey.
Latar
Belakang Pemikiran Dilthey
Kajian
terhadap pemikiran Wilhelm Dilthey tak akan pernah mencapai sebuah titik terang
sebelum kajian-kajian para pendahulunya dikaji pula. Sebab, baik dalam
pemikirannya mengenai hermeneutika romantis ataupun yang berkenaan dengan ilmu
historis, ia sangat dipengaruhi oleh wacana-wacana yang telah berkembang saat
itu.
Dilthey
dilahirkan pada tanggal 19 November 1833 di Biebrich am Rhein Jerman. Ia lahir
di keluarga pendeta protestan. Pendidikan awalnya adalah kajian teologi di
Heidelberg. Setahun setelahnya ia pindah ke Berlin. Di sana ketertarikannya
pada sejarah dan filsafat kian menguat sampai akhirnya, tepatnya pada tahun
1864, ia mendapatkan gelar Doktor dan diangkat menjadi pengajar tetap di
sana.Karirnya sebagai pengajar terus berlanjut dan berpindah dari kota yang
satu ke kota lainnya; Basel (1866), Kiel (1868), Breslau (1871) dan kembali ke
Berlin (1882-1905). Dilthey meninggal pada 30 September 1911 setelah mendapat
serangan infeksi.
Dilthey
dan madzhab Historis Lorens
Bagus, dalam bukunya Sejarah Filsafat, menjelaskan bahwa historisisme adalah
sebuah aliran pemikiran yang selalu mengacu pada aspek sejarah dalam penjelasan
tentang fenomena alam. Bahkan, menurutnya, historisisme terkadang berlebihan
dalam penekanannya pada aspek kesejarahan itu.
Pemikiran
psikologisme Schleiemacher yang memposisikan individu sebagai sosok
transendental yang memungkinkan para pembaca untuk melakukan pendekatan
psikologis untuk memahami individu transendental tersebut. Dengan memahami
psikologi, seorang pembaca akan sangat mungkin untuk mengenal sosok author
dengan baik, bahkan lebih baik dari pada author itu sendiri. Bagi kaum Historisis,
dalam hal ini Ranke dan J.G Droysen, Schleiermacher telah melakukan
faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran sang author. Data-data tentang
seorang individu sejarah hanyalah sebuah teks dari teks sejarah universal. Dan
sejarah hanya dapat ditafsirkan oleh sejarah itu sendiri.
Namun
demikian, Wilhelm Dilthey melihat kritik Ranke dan droysen tidak memiliki dasar
epistemologi yang jelas sebagia pijakan. Untuk itu, akan kita lihat nantinya,
dikotomi antara ilmu pengetahuan alam (Naturwissenschaften) dan ilmu
pengetahuan budaya atau ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften) akan menjadi
batu dasar pemikiran historis Dilthey.
Pemikiran
Historis Dilthey
Kemajuan
ilmu pengetahuan, yang saat itu telah dikuasai oleh nalar positivistik,
memiliki pengaruh yang begitu kuat dalam sendi-sendi kehidupan manusia.
Pengaruh itu tidak hanya bisa kita lihat pada ilmu pengatahuan eksakta yang
memiliki objek yang nyata, yakni fenomena alam, dalam ilmu-ilmu sosial pun
pengaruh itu pun mulai terasa.
Seakan-akan
menjadi sebuah kecenderungan baru, bahwa ilmu pengetahuan harus bersifat
objektif, netral dan dapat dibuktikan. Padahal bagi Dilthey hal semacam itu
kurang tepat. Sebab antara ilmu eksakta dan ilmu sosial-budaya terdapat jurang
perbedaan yang sangat mencolok.
Keberadaan
fenomena alam yang bersifat umum dan sangat mungkin untuk diulang secara terus
menerus memang layak didekati dengan pendekatan positivistik.
Sementara
ilmu-ilmu sosial budaya memiliki karakteristik objek yang berbeda. Objek ilmu
sosial budaya adalah manusia dan kehidupannya yang bersifat individual, unik
dan mendalam menembus batas-batas lahiriah, yang tidak mungkin terjadi pada
objek alam lainnya.
Dengan
demikian, penerapan paradigma positivistik dalam ilmu-ilmu sosial-budaya
bukanlah suatu hal yang tepat. Banyak hal yang ada di dalam pengalaman batin
manusia; semangat, hasrat, sedih-senang dll, tidak dapat tersentuh oleh
kedangkalan paradigma sains tersebut.
Karena
itu, Dilthey menganggap perlu adanya penarikan garis demarkasi (pemisah) yang jelas antara
ilmu-ilmu alam (Naturwissenschaften) dan ilmu-ilu kemanusiaan
(Geisteswissenschaften). Baginya, eksplanasi ala tidak pantas diterapkan untuk
ilmu-ilmu kemanusiaan.
Dibutuhkan pemahaman (Verstehen) yang bisa meng-cover kompleksitas dalam diri
manusia.
Namun tidak lantas semua permasalahan sudah selesai,
Dilthey melihat perlu adanya kerangka pemikiran yang jelas agar
penjelasan-penjelasan tentang ilmu kemanusiaan mencapai titik objektif sehingga
dapat diakui kebenarannya.
Manusia,
bagi Dilthey, tidak hidup dalam kategori-kategori mekanis namun dalam
kompleksitas pengalaman-pengalaman hidup langsung sebagai sebuah totalitas, yang merupakan makna
hidup, serta hidup dalam pemahaman partikular yang harmonis. Jadi, bukan
melalui introspeksi, melainkan hanya melalui sejarah (kehidupan) kita dapat
mengetahui diri kita. Sebab di luar kehidupan, pemikiran tidak akan jalan.
Yang
dimaksudkan dengan kehidupan di sini adalah pengalaman manusia yang dikenal
dari dalam. Akan tetapi kategori kehidupan tidak berasal dari realitas
transendental, melainkan berasal dari realitas pengalaman hidup.
Pengalaman,
Ekspresi Dan Pemahaman
Untuk mengkaji secara serius pemikiran hermenutika
Dilthey, kita dituntut untuk memahami makna ketiga kata kunci di atas;
pengalaman (Erlebnis), ekspresi (Ausdruck) dan pemahaman (Verstehen).
Erlebnis
adalah istilah yang digunakan Dilthey untuk menyebut pengalaman hidup. Yang
dimaksud dengan pengalaman di sini bukanlah sesuatu yang sudah pernah kita
alami. Dia bukanlah rekaman atas masa lalu yang berada di hadapan kita sebagai
objek penelitian. Pengalaman, bagi Dilthey, bukan pula sesuatu yang dihasilkan
melalui refleksi dan sebagainya. Pengalaman yang dimaksud di sini adalah
pengalaman hidup, di mana seseorang bersentuhan langsung dengan realitas. Baik
itu berhadapan secara langsung ataupun melalui proses transposisi, di mana
sesorang akan menemukan dirinya dalam orang lain.
Ausdruck
bisa dimaknai sebagai ekspresi. Akan tetapi yang dimaksud di sini bukanlah
ekspresi sebuah perasaan melainkan sebuah ekspresi hidup dalam pengalaman hidup
kita, baik langsung ataupun tidak langsung.
Sementara
Verstehen adalah sebuah kata yang bisa dibandingkan dengan Erklaren yang
bermakna menjelaskan. Kata ini biasanya dipakai untuk sesuatu yang bersifat
pasti, sangat cocok untuk Naturwissenschaften. Verstehen adalah proses
pemahaman yang tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga mencakup kompleksitas
seorang manusia. Pemahaman ini juga dimaknai dalam makna yang berbeda yaitu
pemahaman terhadap ekspresi dalam pengalaman hidup.
Perbedaan
objek Versthen dan Erklaren juga berpengaruh pada hasil dari keduanya. Pada
kasus ilmu-ilmu alam, objek adalah sesuatu yang bersifat statis sehingga dapat
diulang-ulang dan memperoleh hasil pengetahuan yang sama. Di sisi lain, manusia
dan problematika kehidupannya, yang menjadi lahan garapan Verstehen, selain
juga memiliki dimensi psikologis-mental, adalah makhluk yang hidup dalam
temporalitas waktu yang membuatnya selalu berubah-ubah dan dinamis. Hasil yang
diperoleh dari Verstehen pun bersifat dinamis, sesuai dengan ruang dan waktu
sang pembaca.
Dengan
beberapa kata kunci di atas, kita bisa memahami usaha Dilthey untuk melepaskan
diri dari kungkungan pengaruh psikologisme Schleiermacher, Historisisme dan, sebagaimana lazimnya kaum romantisis,
pengaruh positivisme sains.
Bagi
Dilthey, sejarah tidaklah bersifat individual. Jadi tidak cukup memahaminya
hanya melalui pendekatan psikologis terhadap seorang individu. Sejarah tidak
pula bersifat metefisik seperti madzhab historis, apalagi pendekatan sains ala
kaum positivis. Objektifikasi yang ia lakukan tidak kemudian menunjukkan bahwa
dia telah berkompromi dengan kaum positifis, ia melakukan semua itu hanya untuk
mendapatkan makna sejarah yang benar. Dilthey telah mampu melampaui ketiga
kecenderungan di atas dengan baik, meski ia juga banyak menuai kritik dari para
pakar sesudahnya.
Hermeneutika
Romantisis-Historis
Pilihan
Dilthey untuk menekuni bidang ilmu sosial-kemanusiaan begitu mempengaruhi corak
pemikiran hermeneutikannya. Pengaruh di sini dimaksudkan bahwa Dilthey tidak
menawarkan sesuatu yang baru, melainkan hanya melanjutkan gagasan hermeneutika
romantisis Schleiermacher.
Secara
garis besar, hermeneutika Schleiermacher dapat dipetakan menjadi dua;
hermenutika pragmatis dan hermenutika metodis. Hermeneutika pragmatisnya
mengandaikan posisi seorang individu, dalam hal, ini sang author, sebagai pusat
dari tujuan hermeneutika. Teks-teks sejarah baginya adalah sumber-sumber
rujukan dalam menjelaskan pribadi author. Penekanan pada pemahaman gramatikal
teks dan pemahaman psikologis author adalah langkah praksis dari yang ia
lakukan. Pembaca haruslah melepaskan ego-nya untuk dapat memahami psikologis
objek dengan harapan pembaca dapat memahami author melebihi pemahaman author
terhadap dirinya sendiri.
Sementara
itu, Schleiermacher gagal dalam menggagas hermeneutika metodisnya. Inilah yang
kemudian menjadi domain pemikiran Dilthey, meski dia tidak memposisikan
hermeneutika hanya terbatas pada dunia teks. Ia meletakkan hermeneutika sebagai
dasar ilmu sosial-kemanusiaan untuk membedakannya dari ilmu alam (sains),
sebagaimana dijelaskan di atas.
Sebagaimana
lazimnya kaum romantis, Dilthey pun mengadopsi lingkaran hermeneutik
(hermeneutic circle) Schleiermacher, bahwa sebagian dapat dijelaskan oleh
keseluruhan dan keseluruhan dapat dijelaskan oleh sebagian. Namun ia berbeda
dengan Schleiermacher dalam hal tujuan utama pemahaman. Dilthey menjadikan
pemahaman terhadap individu hanya sebagai sebuah teks sumber untuk memahami
dunia historis yang lebih luas. Proses
hermeneutika, menurut Dilthey, secara berurutan, adalah memahami cara pandang
dan gagasan author, memahami makna kegiatan (ekspresi) author yang berkait
dengan sejarah dan menilai berdasarkan gagasan, waktu dan tempat saat pembaca
hidup. Dengan demikian, proses hermeneutika ala Dilthey ini membuka kemungkinan
terjadinya perluasan pemahaman (produksi) dari gagasan author, seperti yang
disampaikan Schleiermacher di atas.
Jadi
secara garis besar hermeneutika Dilthey tidaklah jauh berbeda dari hermenutika
romantis Schleiermcher, kecuali bebrapa bagian seperti disebut sebelumnya.
Bahkan seringkali pemikiran hermeneutika keduanya dirangkum dalam satu
pembahasan hermeneutika romantis.
Komentar
terhadap Pemikiran Dilthey
Sebagaimana
yang telah dikatakan tadi, pemikiran cemerlang Dilthey tidak akan pernah luput
dari kritik. Para pakar yang lahir sesudahnya terus melanjutkan pemikirannya
dengan sambil lalu mengkritisi dan menambal kekurangan yang masih ada.
Gadamer,
sebagaimana ditulis Edi Mulyono, mencatat bahwa para hermeneut romantisis
sepertio Schleiermacher, Dilthey dan Betti mengandaikan keterhubungan historis
antara author dan pembaca. Dilthey, sebenarnya, dapat menyadari adanya
pra-andaian dalam diri manusia yang akan menghalangi mereka untuk mendapatkan
makna yang obyektif dari sebuah peristiwa sejarah. Maka dibuatlah teori
keterhubungan sejarah yang, menurut Gadamer, justru membunuh pikiran itu
sendiri.
Kalaulah
manusia adalah wujud historis yang dapat hidup, memahami dan dipahami secara
historis, bagaimana manusia dapat memahami sejkarah secara historis? Dan
bagaimana kehidupan dapat menampilkan diri dan menyingkap makna dirinya
yang dapat terpahami oleh wujud historis yang lain ? Pertanyaan ini,
menurut Paul Ricoeur belum terpecahkan oleh hermeneutika Dilthey.
Epilog
Wilhelm
Dilthey adalah satu dari sekian hermeneut besar yang pernah ada di dalam
sejarah. Namun kebesarannya itu seringkali terkubur oleh nama-nama besar
lainnya seperti Schleiermacher, Martin Heidegger, Hans Georg Gadamer dan
lainnya. Secara
umum, pemikiran hermeneutika Dilthey tiodak jauh berbeda dengan hermeneutika
romantis Schleiermacher, hanya saja Dilthey lebih fokus pada teks-teks sejarah.
Pemikirannya yang sangat berarti adalah pemetaan yang ia lakukan pada dua
bidang ilmu pengetahuan, yaitu ilmu-ilmu alam (Naturwissenschaften) dan
ilmu-ilu kemanusiaan (Geisteswissenschaften).
Sumber :
http://vanrijkie.blogspot.com/2007/12/bab-iv-filsafat-romantis-historis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar